“Kalau kamu belum di jemput jam
empat sore nanti, kamu boleh mampir ke rumahku, yang berjarak kurang lebih 200
meter dari sini. Setiap sore, papaku biasa meminum kopi sambil melihat langit
sore yang indah di teras. Kamu kenal papaku kan? Rumahku berada di sebelah kiri
jika dilihat dari arah timur.”
“Terima kasih,” kata Yong Shin sambil tersenyum.
“Biasanya, kamu dijemput papa atau mamamu, kan?”tanya Yong Shin.
“Iya Tapi mereka sedang sibuk sekali sekarang.
Mereka tidak punya waktu untuk menjemputku” jawabku sambil membalas senyumnya
yang hangat. “Aku pulang dulu ya… nanti sore, kalau sempat, aku datang ke sini
lagi.”
Sebenarnya, aku tidak tega meninggalkannya sendirian. Tapi, apa daya,
kakiku sudah mulai pegal-pegal dan ingin cepat sampai di rumah. Akhirnya, aku
meninggalkan Yong Shin dan kembali melanjutkan perjalananku menuju ke rumah.
Ketika
sampai di rumah, aku segera berbaring di tempat tidur. Kakiku pegal sekali.
Mungkin karena aku jarang berolahraga yang membuatku pegal-pegal begini. Siang
itu aku tidak makan, dan lebih memanjakan kakiku dengan tidur siang, tak banyak
beraktivitas. Saat sedang asyik beristirahat, bibiku yang biasa menemaniku di
rumah membangunkanku. Katanya ada salah seorang temanku yang datang. Dengan
sikap malas, aku bangun dan mendatangi teman yang mengganggu mimpiku itu.
Yong Shin berdiri dengan wajah cemas. Ketika dia bertemua denganku dia langsung
menjelaskan semuanya. “Tadi… tadi…” Yong Shin berbicara terbata-bata.
“Apa?” tanyaku
tak sabar.
“Tadi sewaktu aku menggali lebih dalam 1 meter, aku menemukan sebuah
peti. Aku berusaha membukanya dan berhasil. Hanya saja, yang membuatku takut,
peti itu berisi emas dalam jumlah besar!”
Aku mulai tertarik dengan hal itu.
Mataku terpaku pada wajahnya. Aku tak bisa mempercayai ini. Tapi aku ingin
membantunya menyelesaikan masalah ini. Dia membawaku ke makam tadi dan
menunjukkan peti yang dibicarakan dalam percakapan kami tadi. Dan ternyata
benar. Aku ingin membantunya menyelesaikan masalah ini. Tapi, aku sendiri juga
tidak tahu apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Tiba-tiba, sebuah ide
melintas di pikiranku. “Sembunyikan harta karun itu. Masukkan lagi tanah yang
kau gali sesuai permintaan mereka. Aku akan pergi ke pos polisi terdekat untuk
meminta bantuan. Sembunyikan harta itu di tempat yang aman. Kalau perlu di
rumahku saja. Bibiku pasti mengerti, dan jika kedua orang itu datang sebelum
aku kembali, katakanlah pada mereka bahwa kau telah melakukan perintah mereka”
kataku sambil bersiap-siap pergi. Aku tidak mengerti dari mana aku mendapatkan ide
tersebut. Tapi, akan tetap kujalani.
Kakiku yang tadinya merasa pegal, sekarang
sudah tidak lagi. Aku terus berjalan hingga perempatan yang berada di ujung
jalan dekat rumahku. Biasanya, di sana selalu ada polisi yang berjaga. Dan
kata-kataku ini memang benar. Seorang polisi bertubuh kekar sedang mengawasi
keadaan lalu lintas yang terus berjalan.
Aku mengetuk pintu pos dan berkata
“permisi, pak.” Dia hampir terjungkal dari tempat duduknya. Tapi kemudian dia
berdiri dan bertanya sopan. “Ada apa, dik?”
“Saya membutuhkan bantuan bapak”
kataku sambil menceritakan yang kami alami. Aku tidak melihat wajahnya.
Meskipun dari nada bicaranya dia terlihat sebagai orang yang lembut dan sopan,
tetapi wajahnya cukup mengerikan juga. Saat berbicara, aku memberanikan diri
untuk melihat wajahnya. Tapi, rupanya, keberanianku belum cukup untuk membuatku
melihat wajahnya. Aku hanya melihat mulutnya, dan sekilas, aku seperti melihat
senyum sinis tadi. Tapi itu hanya sekilas, dan membuatku bertanya apakah ini
benar ata hanya khayalanku saja? Tentu saja aku tidak boleh berpikiran kepada
bapak yang akan menolongku ini. Maka dari itu, aku membuang pikiran burukku
itu.
Setelah selesai mendengar ceritaku, bapak polisi itu menelepon seseorang
entah siapa. “Tunggu sebentar di sini. Bantuan akan datang.” Perkataan bapak
itu spontan membuatku tersenyum bahagia.
“Ah, senangnya… aku tidak perlu
khawatir lagi setelah ini,” batinku. Aku disuruh agar menunggu di tempat itu.
Dan perkiraanku tidak tepat. Bahwa mereka datang lebih cepat dari perkiraanku
sebelumnya. Mobil hitam mewah dengan dua orang yang berpakaian jas di dalamnya.
Aku terpana melihat mobil itu. “Bagaimana bisa seorang polisi biasa bisa
memiliki mobil semewah itu?” tanyaku dalam hati. Ketika aku akan menanyakan
pertanyaanku itu pada bapak polisi yang berada di belakangku, dia menutupi
mulutku dengan sapu tangan berbau tidak enak, dan setelah itu, aku tak tahu.
*maaf klo ceritanya agak muter2.. aku mbuat cerita ini sampai dgn part 3, udh lama bgt... Tapi aku ushakan konsisten utk part berikutnya~ :)