Kamis, 27 Oktober 2011

My Stupid Sweet Prince (Episode 6 - End Sequel 01)


Casts :
·         Park Heo Jung
·         Hyun Bin
·         Lee Jong Suk as Heo Jung’s classmate
·         Choi Si Won as PBC’s Chairman
·         G-Dragon as Park Ji Young, Heo Jung’s old brother
·         And the other casts.
Length : Episodes
 
 





Sore itu, Hyun Bin mengajak Heo Jung mengitari kota Seoul. Banyak pasangan yang menikmati akhir pekan selain mereka berdua. Hyun Bin dan Heo Jung memang sudah mendatangi banyak tempat. Namun, tidak satu pun tempat mereka singgahi. Hal itu membuat Heo Jung kesal.

                “Oppa, sebenarnya kau ingin mengajakku ke mana?!?”
                “Hmm, aku juga tidak tahu,” jawab Hyun Bin sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
                Heo Jung mendengus. Hyun Bin meliriknya, sedangkan Heo Jung memalingkan wajahnya. Sambil tertawa kecil, Hyun Bin berkata, “Aku akan membawamu ke suatu tempat.” Heo Jung tersenyum lebar.
                Malam itu begitu indah. Lalu lintas cukup padat. Banyak penduduk Seoul yang sangat menikmati hari luang mereka setelah enam hari bekerja penuh. Kerlap-kerlip Kota Seoul begitu menakjubkan di mata sepasang kekasih yang belum lama berpacaran ini.

***********

                “Ini tempat yang kamu maksud?” tanya Heo Jung.
                Hyun Bin mengangguk. Mobil mereka berhenti di depan sebuah toko. Toko itu tidak terlalu besar. Namun dekorasinya yang simple tapi senada dengan warna dindingnya, membuat toko itu terlihat menarik. Ucapan selamat datang yang terdengar ramah menyambut mereka ketika Hyun Bin mulai masuk, diikuti Heo Jung. Tanpa ragu, Hyun Bin mendatangi sebuah rak di pojok sebelah kanan toko. Di rak tersebut, terpajang macam-macam gantungan kunci dan hiasan untuk ponsel. Hyun Bin mengambil dua gantungan ponsel dengan hiasan lucu. Yang membuat gantungan ponsel ini menarik, terdapat huruf “H” di masing-masing gantungan. Hyun Bin membeli dua buah gantungan itu dengan harga yang terbilang tidak murah.
                “Jaga gantungan ini baik-baik. Harganya tidak murah dan ini buatan Amerika,” ujar Hyun Bin setelah selesai bertransaksi. Heo Jung memeluk tubuh Hyun Bin erat. “Oppaaa…” katanya manja. Heo Jung menyandarkan kepalanya di dada Hyun Bin. Ia bisa mencium bau harum tubuh kekasihnya. Kemudian Heo Jung mengangkat kepalanya, memandang wajah Hyun Bin. Wajah manis Heo Jung membuat Hyun Bin gemas. Hyun Bin mencubit pipi merah Heo Jung, dan tanpa sengaja, tangannya menyentuh bibir Heo Jung. Selama beberapa detik, Hyun Bin terus memandangi bibir Heo Jung, sampai akhirnya tersadar setelah Heo Jung melepaskan pelukannya.
“Jangan bilang kau ingin menciumku,” kata Heo Jung sambil menyipitkan matanya.
“Aku sama sekali tidak ingin menciummu. Jangan berpikir yang tidak-tidak,” kata Hyun Bin yang segera keluar dari toko. Heo Jung ditinggalnya di dalam toko.
“Oppa! Teganya kau meninggalkanku!” teriak Heo Jung sambil berlari-lari mengejar Hyun Bin. Mobil mereka memang di parkir agak jauh dari toko. Hyun Bin berjalan cepat menuju tempat parkir, membuat Heo Jung harus mengeluarkan tenaga ekstra. Heo Jung bisa menyusul Hyun Bin ketika Hyun Bin berhenti berjalan. Heo Jung berjongkok. Terlalu lelah. Hyun Bin mengulurkan tangannya yang dengan cepat disambar Heo Jung. “Oppa teganya kau, meninggalkanku.” Heo Jung cemberut.
“A.. aku… han..hanya gu.gup melihatmu. Mianhaeyo, jagiya…” kata Hyun Bin sangat pelan sambil mencium rambut Heo Jung. Entah Heo Jung mendengarnya atau tidak, tapi gadis dengan rambut tergerai itu tersenyum. Heo Jung memegang lengan Hyun Bin erat, sembari mereka berjalan.
“Oppa, kenapa kau suka sekali menciumku?” Tanya Heo Jung.
“Mungkin karena kau manis? Saat aku menciummu, terasa manis, seperti aku sedang makan permen karet. Hehehe.” Kalimat Hyun Bin berakhir disusul dengan pukulan pelan Heo Jung.
Mereka masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, mereka terdiam sejenak. “Oppa, aku sedang merasa tidak nyaman. Apa yang salah dengan diriku?” Heo Jung membuka pembicaraan.
“Sekarang, gantungkan dulu gantungan yang aku belikan tadi. Aku ingin melihat kau memakainya,” kata Hyun Bin. Heo Jung melakukannya.
“Selama gantungan itu masih ada, tidak… aku harap, aku bisa menetap dalam hatimu selamanya. Ini adalah kenangan permanen kita nomor 1,” kata Hyun Bin sambil menunjuk gantungan tadi.
“Bagaimana kalau kita berjalan-jalan lagi?” lanjut Hyun Bin.
                “Ne, dengan senang hati! Masalah gantungan itu, tidak perlu dengan barang, aku akan menjadi milik Oppa selamanya dan begitu juga dengan Oppa yang akan selalu menjadi milikku.”
                Hyun Bin mengacak rambut Heo Jung.

************

                Hyun Bin membawa Heo Jung ke taman kota. Banyak orang berkumpul di situ meski hanya untuk mengobrol bersama yang sebenarnya bisa dilakukan di rumah. Sebagian orang lebih memilih untuk menghabis waktu di luar rumah saat akhir pekan.
                Hyun Bin menarik Heo Jung untuk berlari ke arah taman. Berbagai macam kembang api menghiasi langit Seoul.
                “Indah sekali,” ujar Heo Jung.
“Begitukah menurutmu?” Hyun Bin tersenyum.
Heo Jung menutup matanya dan menarik nafas dalam-dalam. “Aku merasa bebas,” kata Heo Jung. “Terima kasih telah membuatku bebas.”
Hyun Bin merangkulnya. “Kau ingin sesuatu untuk di makan? Aku akan membelikannya untukmu. Tunggu di sini, ya. Jangan ke mana-mana.” Hyun Bin menggerakkan jari telunjuknya ke kanan, kemudian kiri. Kemudian Hyun Bin masuk ke dalam kerumunan pejalan kaki.  Merasa kesepian, diam-diam Heo Jung mengikuti Hyun Bin. Baru beberapa meter berjalan, Heo Jung melihat kekasihnya ditarik seseorang diantara kerumunan pejalan kaki. Dengan menambah kecepatan berjalannya yang kemudian menjadi berlari.Sekilas, Heo Jung melihat kekasihnya ditarik oleh beberapa orang kemudian dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil sedan hitam. Dengan cepat, Heo Jung menghampiri pos polisi terdekat dan dengan bantuan mobil polisi, mengejar mobil itu. Mobil hitam itu membawa mereka sampai ke tempat yang jauh dari keramaian. Cara menyetir mereka yang berkelok-kelok sempat membuat Heo Jung dan polisi kehilangan jejak. Namun, dengan bantuan perkiraan, mereka berhasil sampai ke tempat yang dituju. Ketika mobil polisi datang, dengan bantuan sorot lampu mobil, Heo Jung dapat menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, Hyun Bin dihajar habis-habisan oleh orang-orang asing itu. Barulah ketika mobil polisi datang, orang-orang asing itu berhenti menghajar korban mereka dan mulai berlari menyelamatkan diri.
Heo Jung berlari menghampiri kekasihnya yang terkapar dengan sekujur tubuh penuh luka. Heo Jung mengangkat kepala Hyun Bin dengan sebelah tangannya dan menggerakkan tubuh Hyun Bin sekuat tenaga, agar orang yang dikasihinya itu membuka matanya. Hyun Bin membuka matanya perlahan, disambut teriakan gembira Heo Jung. Sebisa mungkin, dengan sisa tenaga yang ada, Hyun Bin mengucapkan sesuatu. “Naega, saranghaeyo. Jeongmal saranghaeyo, Jung-ah.”
Heo Jung meneteskan air matanya. “Oppa…”
Berdasarkan keinginannya, Heo Jung mencium lembut Hyun Bin. Dengan air mata yang terus mengalir dari matanya. Dengan berakhirnya Last Kiss mereka, Hyun Bin menutup mata…

*************

Sejak kemarin malam, tidak terhitung berapa bulir air mata yang jatuh melewati pelupuk mata Heo Jung. Kekasih yang “terlanjur” ia sayangi, harus berakhir sampai di sini. Perjalanan mereka meski belum memakan banyak waktu, namun rasa sakit menggerogoti seluruh hati Heo Jung.
Bersama kerabat terdekat Hyun Bin seperti Ketua CEO, Choi Siwon, datang untuk ikut memberikan penghormatan terakhir. CEO adalah tempatnya bekerja sampai detik-detik terakhir berhembus nafasnya. Jong Suk pun ikut datang. Selain untuk memberikan penghormatan terakhir, dia datang untuk menghibur Heo Jung. Selama berada di rumah duka, Heo Jung selalu berada di dekat peti Hyun Bin, bersama dengan Jong Suk. Sesekali Jong Suk mengelus punggung Heo Jung. Namun gadis yang biasa tersenyum itu tak menampilkan senyumnya sekalipun.
“Heo Jung-ssi…” Choi Siwon memanggil Heo Jung pelan. Heo Jung mengangkat kepalanya untuk melihat pria bersuara berat dihadapannya. “Bisa kita bicara sebentar?”

*************

Mereka berbicara sekitar 5 meter dari rumah duka. Tanpa membuang waktu, Choi Siwon mengawali pembicaraan.
“Turut berduka atas kematian Hyun Bin… Dia adalah pihak terbesar, terpercaya, terbaik, yang pernah kami miliki.”
“Pihak? Apa maksudmu?” Heo Jung mengerutkan keningnya.
“Anda belum tahu? Dia bekerja pada kami, sebagai mata-mata Perusahaan CEO. Kami bersaing dengan Perusahaan Holink. Awalnya kedua perusahaan ini adalah satu perusahaan besar, yang didirikan oleh dua pengusaha. Tapi kemudian salah satu diantara mereka berkhianat dengan menjual formula perusahaan dengan iming-iming ratusan juta dolar. Ahkirnya terjadilah pertikaian diantara mereka yang membuat mereka berpisah dan mendirikan perusahaan masing-masing. Sampai saat ini, belum ada surat perjanjian damai yang membuat mereka berhenti bertikai,” “Masing-masing perusahaan membentuk tim mata-mata, di mana tim mata-mata Holink salah satu anggotanya adalah Hyun Bin. Namun, karena menurutnya cara kerja Perusahaan Holink yang curang, tidak benar, dan suka mengadu domba, Hyun Bin pindah ke perusahaan kami, CEO. Perusahaan Holink menganggap Hyun Bin sebagai pengkhianat dan sesudah ia berpindah ke perusahaan kami, selama hidupnya, ia dikejar oleh mata-mata Holink. Orang-orang yang membunuhnya adalah mata-mata Holink yang berhasil melacak Hyun Bin. Setelah ia menjadi mata-mata beberapa bulan yang lalu, seharusnya ia pindah ke kota lain, agar tidak terlacak. Tapi dia tidak mau,” kata Siwon.
“Kenapa? Kenapa Hyun Bin tidak melakukannya? Kenapa?!?” Heo Jung nyaris berteriak.
“Hyun Bin sempat bercerita sedikit padaku. Ia sangat mencintai seseorang yang tidak sengaja ditemuinya. Dia tidak ingin pergi, demi orang yang dicintainya. Dan saya pikir, andalah orang yang sangat dia cintai…”
Heo Jung lemas. Selain tidak memiliki tenaga, seakan otaknya berhenti bekerja.
“Hyun Bin sempat menitipkan ini padaku. Saya tidak tahu apa yang dia maksud, namun sepertinya ini dialamatkan untuk anda. Kalau begitu, saya permisi dulu…” kata Siwon mengakhiri, sambil menyerahkan sebuah amplop coklat besar pada Heo Jung. Setelah membungkuk, Siwon mengundurkan diri.

*************

Heo Jung pulang sebentar untuk melihat isi amplop itu, yang berupa sebuah CD. Heo Jung menyetelnya, dan ternyata itu adalah sebuah rekaman video. Hyun Bin merekam dirinya sendiri, dan kira-kira inilah yang diucapkannya :
“Heo Jung-ah, apa kau sudah makan? Bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu… “
(Hyun Bin sedang memegang sebuah boneka, kemudian memeluknya erat, membayangkan bahwa yang berada dalam pelukannya adalah Heo Jung)
“Aku sangat mengkhawatirkan keadaanmu, dan aku harap kau baik-baik saja…” (Hyun Bin tersenyum)
“Rekaman ini, aku buat khusus untukmu. Aku tahu, suatu saat, hari kepergianku pasti akan datang. Mereka selalu mengejarku. Aku harap kau tahu siapa mereka. Dan, aku pikir, Ketua Choi  sudah menjelaskan semuanya padamu.”
(Hyun Bin menggenggam tangannya erat, seakan menguatkan diri, bahwa ia bisa mnegatakan apa yang akan dikatakannya selanjutnya)
“Heo Jung-ah, jika suatu saat, aku tidak bisa berada di sisimu lagi, jangan jatuh. Tegarlah. Aku dapat melihatmu dari sini. Jangan menjadi anak manja, Jagiya…”
“Makan yang banyak, hiduplah dengan baik, jangan hujan-hujanan. Jangan merasa sendirian dan takut, aku selalu menjagamu di mana pun kau berada, Heo Jung-ah… jangan pernah berhenti berusaha melakukan sesuatu, jangan putus asa, kendalikan emosimu…”
(Hyun Bin meneteskan air matanya)
“Jangan menangis karena diriku Heo Jung-ah. Aku tidak tahu, apakah kau akan menemukan pengganti diriku di hatimu. Tapi, yang perlu kau ketahui, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan posisimu di hatiku. Aku sangat menyayangimu, aku sangat mencintaimu, Heo Jung-ah…”
Video itu berakhir dengan lambaian tangan dan nyanyian Hyun Bin. Hyun Bin melantunkan lagu “Hope is A Dream That Doesn’t Sleep”.
Heo Jung menangis sambil berkata, “kau seperti Ibuku…”